NIH GUA DAPET SEBUAH ARTIKEL YANG INSYAALOH BAKALAN NGEBUAT KITA JADI LEBIH BAIK:)
Sebagian orang muslim menyangka
bahwa kita bisa siap nikah tanpa pacaran lebih dulu. Benarkah demikian?
Persangkaan mereka itu keliru! Sebab, makna asli “pacaran” adalah “persiapan menikah”. Mengingat bahwa nikah merupakan
langkah besar dalam kehidupan, kita pada umumnya takkan mungkin siap nikah
tanpa mempersiapkannya.
Ada juga yang mengharamkan pacaran
sebelum menikah karena menyangka bahwa “bentuk pacaran pasti tidak lepas dari
perkara-perkara haram, khususnya zina” (sebagaimana dipaparkan di bawah ini).
Persangkaan mereka ini juga keliru!
1) Kata mereka, “Pacaran adalah
jalan menuju zina”. Dengan mengatakan ini, mereka sorongkan ayat “Dan
janganlah kamu mendekati zina…” (QS Al Isra’: 32) Namun, mereka sama sekali
tidak menyodorkan bukti yang meyakinkan bahwa pacaran itu identik dengan “jalan
menuju zina”. Padahal, hasil penelitian ilmiah justru menunjukkan bahwa
pacaran itu TIDAK identik dengan “mendekati zina”. (Lihat “Ciuman dengan Pacar (PR untuk Penentang Pacaran
Islami)“.)
2) Kata mereka, “Pacaran melanggar
perintah Allah untuk menundukkan pandangan.” Kita bisa menanggapi pernyataan
mereka ini dengan dua pernyataan. Pertama, pacaran tidak harus dengan
pandang-memandang. Jangankan cuma menundukkan pandangan. Tidak memandang
sama sekali pun bisa diujudkan dalam pacaran. (Untuk contoh, lihat pacaran
islami ala Ibnu Hazm dalam “Mengapa Sengaja Jauh di Mata“.) Kedua, perintah menundukkan pandangan itu berlaku untuk
yang disertai dengan syahwat birahi. Bila tidak disertai dengan syahwat
birahi, maka memandang lawan-jenis nonmuhrim (termasuk pacar) TIDAK haram.
(Lihat fatwa Syaikh Qardhawi dalam “Bolehkah Laki-Laki Memandang Perempuan dan
Sebaliknya?“)
3) Kata mereka, “Pacaran seringnya
berdua-duaan (berkholwat).” Lagi, kita bisa menanggapi pernyataan mereka ini
dengan dua pernyataan. Pertama, pacaran tidak harus dengan berdua-duaan.
Pacaran bisa dilakukan bersama-sama dengan orang lain. (Untuk contoh, lihat “foto pacaran islami ala Kalimantan Selatan“.) Kedua, khalwat dengan lawan-jenis nonmuhrim tidak selalu
terlarang. Ada kalanya khalwat itu diperbolehkan, yaitu bila dalam keadaan
terawasi. (Lihat “Shahihnya Hadits Yang Membolehkan Berduaan“.)
4) Kata mereka, “Dalam pacaran,
tangan pun ikut berzina [karena bersentuhan]“. Mereka menunjukkan dalil “… zina
tangan adalah menyentuh …”. Padahal, yang dimaksudkan dalam dalil tersebut
adalah yang disertai dengan syahwat birahi. Jadi, menyentuh tanpa disertai
dengan syahwat birahi itu TIDAK tergolong zina tangan. (Lihat “Pengertian zina-hati dan mendekati-zina lainnya“.) Selain itu, tanpa bersentuhan pun pacaran bisa
dilakukan. (Untuk contoh, lihat pacaran islami ala Ibnu Hazm dalam “Mengapa Sengaja Jauh di Mata“.)
Dengan demikian, tertolaklah
argumentasi (hujjah) mereka yang mengharamkan segala jenis pacaran.
Bagaimanapun, ada jenis pacaran yang yang terlarang (yang jahiliyah), tetapi
ada juga jenis pacaran yang dibolehkan (yang islami).