-->
Nafilata Primadia

[Cerbung] Ayat-Ayat Cinta 2 Bagian 58

[Cerbung] Ayat-Ayat Cinta 2 Bagian 58

Ayat-Ayat Cinta 2 Bagian 58




Mereka bertiga masuk rumah dan duduk di ruang tamu.

"Saya buatkan minum ya, Hoca? Di dapur juga masih ada shortbread," kata Paman Hulusi.

"Boleh, paman. Nanti agak siang sedikit kita sama-sama pergi ke Resto Agnina."

"Baik, Hoca." Paman Hulusi bangkit ke dapur.

"Jadi kapan mau jumpa supervisormu, Bah?"

"Tadi malam saya sudah email beliau. Saya juga sudah sms minta waktu, kapan bisa jumpa. Saya menjelaskan secara singkat, saya akan ikut pindah ke Edinburgh dan saya saat ini posisi sedang ada di Edinburgh. Saya sedang menunggu jawaban beliau kapan diberi waktu jumpa beliau."

"Ini hari Sabtu. Mungkin beliau memberimu waktu Senin atau Selasa. Itu prediksiku."

"Prediksiku juga begitu."

"Terus apa rencanamu, untuk hari ini dan besok?"

"Sebenarnya, rencana saya setelah melihat Edinburgh, saya ingin jalan ke Stirling, lalu Glasgow, terus mengunjungi Loch Lomond. Dari Loch Lomond baru balik arah pulang ke Bangor. Namun lebih dulu saya akan mampir ke Lancaster, Manchester, dan Liverpool. Itu rencana jalan-jalan saya sebelum pulang ke Indonesia untuk selamanya. Namun setelah jumpa Mas Fahri, jelas berubah rencana. Hari ini dan besok saya di Edinburgh saja, siapa tahu tiba-tiba supervisor memberi  waktu bertemu. Saya juga ingin sedikit merevisi draf terakhir tesis saya. Lebih enak kalau jumpa supervisor sambil membawa hasil. Jadi tampak kerjanya."

"Kalau kau perlu data di perpusatakaan The University of Edinburgh, saya bisa kasih akses."

"Wah, terima kasih banget, mas. Saya mungkin nanti numpang nge-print."

"Di rumah ini ada printer."

"Alhamdulillah."

Tiba-tiba sayup-sayup dari arah rumah sebelah terdengar suara gesekan biola. Fahri berusaha mengenyahkan nada-nada itu. Tapi suara nada itu begitu jelas. Fahri memejamkan mata. Dari sudut kedua matanya, air matanya merembes.

"Kenapa, mas?"

"Suara biola itu. Itu nada Viva La Vida, yang sering dimainkan Aisha." Fahri menarik nafas.

"Hoca Fahri belum bisa melupakan Aisha Hanem. Beberapa hari ini gadis tetangga sebelah menggesek biola, nadanya persis yang dimainkan Aisha Hanem. Itu selelau membuat Hoca Fahri sedih dan menangis." Kata Paman Hulusi sambil meletakkan teh panas dan shortbread di atas meja.

"Jadi, mas fahri pisah sama Aisha? Talak?"

Fahri menggeleng.

"Terus, pisah karena apa?"

"Ah, ceritanya panjang, Bah." Lirih Fahri serak.

"Hoca, sebaiknya ceritakan saja pada sahabtmu ini. Mungkin cerita itu akan ada gunanya. Mungkin juga cerita itu bisa sedikit mengurangi kesedihan Hoca. Atau mungkin sahabatmu bisa sedikit memberimu kalimat penglipur kalaupun bukan jalan keluar."

Fahri bangkit dari kursinya dan menatap ke jendela. Ia melihat ke halaman lalu jauh ke depan. Ia melihat beranda rumah nenek Catarina. Pelan-pelan pintu rumah itu terbuka, lalu muncullah nenek tuu itu berjalan pelan dan tertatih. Ia menutup pintu rumahnya dan menguncinya. Pelan-pelan ia berjalan menuruni tangga beranda dan berjalan ke halaman. Tiba-tiba, entah kenapa nenek Catarina terjatuh.



***
(bersambung...) 
Nafilata Primadia
Load comments