-->
Nafilata Primadia

Awas, Jangan Asal Jepret Makanan

Awas, Jangan Asal Jepret Makanan
 
Jepret dulu, makannya besok

Belakangan ini mengabadikan setiap moment dalam jepretan kamera seolah menjadi hal yang wajib. Baik menggunakan kamera smartphone, kamera saku, sampai kamera DLSR. Dari mulai yang profesional sampai yang amatiran. Mereka senang memotret hal-hal yang menurutnya patut diabadikan. Salah satunya adalah makanan dan minuman.

Beberapa orang akan mendahulukan untuk menjepret hidangan yang ada di depannya dahulu—mempostingnya di jejaring sosial, barulah di makan.

Apa kalian termasuk orang-orang yang melakukan hal itu?

Faktanya, seperti yang dilansir oleh Republika menurut statistik tahun 2013, lebih dari 39 juta pelancong memilih destinasi wisata mereka didasarkan pada masakannya. Mereka yang berlibur di kota-kota cantik nan romantis seperti Paris, Roma, dan Florence, foto-foto liburannya lebih banyak berisi tentang makanan.

Nah, di media sosial, yang senang memajang foto makanan biasanya menggunakan hastag food porn. Udah tau belum, apa situs food porn pertama yang ada di internet?

Taste Spotting merupakan situs pertama food porn yang didirikan pada tahun 2007 lalu. Pendiriannya sendiri berdasarkan pemikiran bahwa kita makan pertama dengan mata kita. Sebenernya saya gak setuju juga sih sama pernyataan itu. Tunanetra rasanya tidak makan pertama dengan mata.

Kenyataannya, gak semua orang suka ide dari food porn itu. Ada beberapa Chef yang merasa dirugikan karena kebiasaan orang yang senang menjepret makanan atau minuman buatannya. Diantaranya adalah, Chef Rocco Iannone dari restoran Pappacarbone di Pantai Amalfi, Italia. Nih, ane kasih tahu aja, sapa tahu ada kesempatan makan disana, jangan coba-coba deh asal ngambil gambar hidangan di depan anda terus nge-share ke mana-mana.

Chef Iannnone ini merupakan pegiat kuliner yang gak suka foto makanan di restorannya diunggah ke media sosial. Direstorannya makanan itu tidak untuk di foto. Makanan dan kreasi yang ada di restorannya disajikan untuk dimakan, bukan untuk di foto. Tuh, dengerin apa kata bang Iannone.

Menurut doi, foto dari pengunjung terkadang terkesan menghina. Nah loh. Kok bisa? Jadi gini, misalnya ada fotografer amatir yang kameranya cuman 2Mp atau masih VGA, gak tahu bagaimana angle-angle terbaik untuk memotret makanan. Pas hasil fotonya kurang bagus, diupload ke dunia lain maya, orang akan menganggap makanan di restoran tersebut tak menimbulkan air iler liur. Kata bang Iannone, kalau gambar makanan karyanya yang dipublikasi itu buram, dia merasa namanya telah dijelekkan :(

Ternyata gak cuman Iannone saja yang keberatan. Beberapa restoran di Prancis ada juga yang keberatan nih. Mereka mulai melarang fotografi makanan amatir. Hayoo Lho . Kalau gue pribadi sih emang gak jago motret makanan dan minuman yang mau dimakan. Gue amatir. Gue bukan tukang poto makanan. Makanya jarang upload foto makanan atau minuman. Gue suka gak enak perasaan tiap mau motret makanan, malu diliatin sama semut yang berbaris di dinding, menatap curiga :| Gue lebih suka langsung menikmatinya :D apalagi kalau gratis.hha

Terus gimana kalau pengen banget fotoin dan publikasiin makanan atau minuman yang dihidangkan?????
Tenang aja. Ada solusi yang ditawarkan nih dari seorang penulis makanan, Elizabeth Minchili. Dia menyarankan agar pengunjung restoran menanyakan kebijakan pengambilan foto makanan sebelum di jepret. Pihak restoran punya hak untuk ngasih izin atau menolak fotografer untuk memotret makanannya. Si mbak Minchili juga ngaku kok, kalau dia selalu bertanya sebelum memotret. 


Sumber gambar: http://bandung.bisnis.com/read/20130612/4878/378977/hobi-upload-foto-makanan-ke-media-sosial-pertanda-orang-sakit-mental
Nafilata Primadia
Load comments