-->
Nafilata Primadia

[Cerbung] Ayat-Ayat Cinta 2 bagian 41

[Cerbung] Ayat-Ayat Cinta 2 bagian 41
Ayat-Ayat Cinta 2
Ayat-Ayat Cinta 2




"Kita masih terlalu banyak menjual produk musim dingin. Harusnya sudah banyak diganti dengan produk musim semi dan menyambut musim panas. Sebagian produk yang saya minta, kehabisan stok di pusat. Jadi belum bisa dikirim ke Edinburgh."

"Fahri mengangguk.

"Dibandingkan dengan cabang yang lain, bagaimana?"

"Kita masih on  the track, tuan."

"Okay, hari ini Tuan Ozan dan istrinya, ada di sini. Tolong kau koordinasi langsung dengan dia. Bicarakan langkah terobosan untuk meningkatkan omzet."

"Baik."

"Kalu kau besok bisa makan pagi dengan mereka, akan lebih bagus. Saya khawatir siangnya mereka sudah balik ke London.

"Baik, tuan."

Fahri lalu meninggalkan AFO Boutique dan mengajak Paman Hulusi melepas kepenatan dengan berjalan-jelan di jalur The Royal Mile. 

"Aku ingin dengar suara bigpipe, paman."

"Baik, Hoca."

Mobil itu melewati stasiun Waverley, lalu melintasi Cockbum St., dan akhirnya sampai di jalur The Royal Mile. Fahri minta Paman Hulusi mencari parkir. Mereka berdua lalu berjalan kaki ke arah timur. Jalur itu sepertinya tak pernah sepi. Ada saja orang yang berjalan-jalan di jalur utama para bangsawan Skotlandia. Jalur yang menghubungkan Edinburgh Castle di sebelah barat dan Palace of Holyroodhouse di sebelah timur. Disepanjang jalur ini, di kiri dan kanan, berdiri bangunan-bangunan penting dan bersejarah. 

"La haula wa la quwwata illa billah,... La haula wa la quwwata illa billah..."

Di depan John Knox House berdekatan dengan Scottish Storytelling Centre, tampak sebuah kerumunan. Suara bigpipe terdengar nyaring. Rupanya orang-orang sedang mengerumuni seorang lelaki yang memakai pakaian sangat mirip William Wallace yang terkenal dalam film Brave Heart itu. Lengkap dengan kapak menyilang di pinggangnya. Lelaki itu meniup bigpipe dengan penuh penghayatan.

Fahri dan Paman Hulusi ikut membaur dalam kerumunan. Beberapa orang melempar koin ke dalam kotak yang diletakkan tepat di depan lelaki itu. Seorang anak muda berwajah Asia  Tenggara maju melempar koin. Anak muda itu tampak menggendong ransel besar. Fahri terhenyak, ia seperti mengenal anak muda itu.

Selesai melempar koin, anak muda itu keluar dari kerumunan dan berjalan ke barat. Fahri penasaran. Ia mengejar anak muda itu diikuti Paman Hulusi. Ia sangat familiar dengan wajah itu. Tapi ia ragu apa betul itu adalah teman satu rumahnya di Hadayek Helwan, Kairo, dulu. Fahri nekat ia akan panggil nama itu. Kalau salah ia hanya tinggal minta maaf salah orang.

"Misbah!"

Anak muda itu memperlambat langkah, seperti ragu.

"Misbah!" panggil Fahri lebih keras.

Anak muda itu menghentikan langkah dan membalikkan badan. Fahri mendekat. Anak muda itu kaget bukan kepalang.

"Mas Fahri?"

"Misbah!"


***
(bersambung...)
Nafilata Primadia
Load comments