-->
Nafilata Primadia

Haruskah Jadi Sempurna

Haruskah Jadi Sempurna


perfect person


Jika ditanya, siapakah manusia yang paling baik dan paling suci di dunia?

Tentu saja, sebagai seorang muslim saya akan menjawab, Manusia yang paling baik dan suci itu adalah Nabi Muhammad SAW. Suri tauladan terbaik. Sang pembawa kabar gembira dan juga peringatan. Sosok idola terbaik sepanjang masa.

Lalu, jika ditanyakan,

Siapakah manusia yang paling baik, paling sempurna, dan paling suci yang masih hidup saat ini?

Tidak tahu.
Ya, saya tidak tahu. Apakah ada manusia yang seperti itu.Mungkin anda tahu? karena  Yang sering saya dengar adalah kalimat

“Setiap manusia pasti punya kesalahan. Tak ada manusia yang sempurna, yang luput dari dosa.”

Kalau begitu Nabi Muhammad bukan manusia kah?

Nabi Muhammad tetaplah manusia. Namun, beliau adalah manusia pilihan. Kita memang tidak bisa sesempurna dan sesuci Nabi Muhammad. Tetapi, ada baiknya kita tetap mengikuti sunnah-sunnah Rasul yang memang masih sanggup dijalani.

Hal yang menjadi permasalah dalam tulisan saya saat ini adalah tentang tanggapan orang saat di nasihati/dikritik/diberitahu dan sejenisnya.

Saya sering membaca status orang-orang yang nyangkut di beranda saya, mendengar cerita orang-orang disekitar saya, atau bahkan saya sendiripun pernah mengatakan hal semacam ini saat saya mendapatkan 'omongan', nasihat, kritikan dari orang lain.

“Gak usah ngatain orang. “
“Ngaca dulu. “
“Situ udah paling bener tah?”
“ Sok suci.”
“Gak usah sibuk ngurusin orang lan, urusin diri sendiri aja dulu.”

Pernah juga saat nonton acara lomba memasak dengan pesertanya adalah chef-chef yang telah berpengalaman. Ada salah satu peserta yang tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh juri. Saat itu juri, menilai kalau si peserta itu tidak baik memasaknya. Rasanya menjijikan.

Siapa yang tak sakit hati menerima kata-kata seperti itu. Sudahlah capek lari sana-sini. Waktu yang diberikan sangat terbatas. Dan faktor-faktor lainnya. Si pesertanya pun balik memberikan komentar.

“Ya namanya juga masaknya benar-benar dalam tekanan. Harus membuat jenis masakan baru dengan waktu yang sangat singkat. Kalo dia (si juri) ada di posisi ini juga, pasti akan mengalami hal yang sama.”


Yah, itu hanya beberapa saja. Mungkin masih ada versi-versi yang lainnya. Rasanya semakin kesini, orang-orang semakin sensitif untuk dinasihati, di beri wejangan.

Jika harus menjadi paling benar. Menjadi orang yang suci. Orang yang sempurna. Orang yang gak pernah berbuat salah untuk bisa menasihati, ngasih tahu, semua orang tidak akan lagi peduli dengan sekitarnya.

“Hidup-hidup gue. Urusan gue, gue mau ngapain.”

Kita boleh pakai prinsip seperti itu asalkan memang tak ada orang yang kita rugikan. Seingat saya, dulu di LKS Pendidikan Kewarganegaraan ada keterengan kalau Manusia itu adalah makhluk sosial. Tak bisa hidup sendiri. Tak bisa memisahkan diri dari manusia yang lainnya.

Kita semua pasti menyadari, kita juga tak mungkin tak pernah melakukan kesalahan. Sekecil apapun itu. Coba tengok lagi sebentar kejadian yang telah lalu, pernah kita mengkomentari penampilan seseorang yang lewat di hadapan kita. Padahal saat itu, orang tersebut tak butuh komentar kita. Dan saat itu, kita bukan sedang menjadi komentator. Mungkin komentarnya memang tak terucap. Hanya berkomentar sendiri di dalam hati.
Bagaimana kita bisa menjadi lebih baik, jika kita selalu menutup diri untuk menerima pendapat orang.

Tapi omongan orang itu gak akan ada habisnya. Mereka gak tahu apa yang kita rasain.

Ya. saya juga sering merasa seperti itu. Kalau harus terus-terusan dengerin omongan orang lain, kita akan capek juga. Karena kita bukan mereka. Mereka bukan kita.

Nah, disinilah kita harus pandai dalam mengatur apa yang harus diterima dan tidak usah diterima. Kita harus bisa menyaring setiap perkataan orang tentang kita. Karena sebagian orang lebih suka 'ngomongin' kekurangan kita ketimbang kelebihan yang kita miliki.

Terkadang kita memang hanya perlu menjadi pendengar yang baik. 

Dan terkadang kita juga tidak harus menolak mentah-mentah untuk sebuah wejangan yang orang berikan untuk kita. Mungkin mereka tidak bermaksud mengusik urusan hidup kita. Mereka hanya ingin berbagi pengalaman dalam bentuk nasihat.

Sebagian dari kita bisa menyelesaikan permasalahan hidup dengan caranya sendiri. Tapi sebagian yang lain butuh pengacara untuk menyelesaikan masalahnya. Ingatlah tak ada manusia yang tak pernah berbuat salah. Jangan suruh orang ngaca, karena banyak kaca yang memang menipu. 

Jika terus-terus nyuruh orang ngaca, mbenerin dirinya sendiri dulu, mungkin lama-kelamaan takkan ada lagi yang peduli dengan kita. Apa itu yang diinginkan?



Allah ta’ala berfirman,

وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ ( 3

”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al ‘Ashr).

Sampaikanlah walau sedikit. Tapi sampaikan yang kita bisa berikan contoh dari diri kita. Saat ada bapak nyuruh anaknya ngaji. tapi bapaknya gak pernah ngaji, gimana hayo?

Untuk orang yang memang bekerja sebagai kritikus, memang begitulah kerjanya—mencari kekurangan orang.hhe. Jadi sebaiknya kita harus siap lahir batin untuk mendapatkan omongan yang mungkin kurang sedap ditelinga. Kesempurnaan, hanya milik Sang Maha Kuasa.

referensi:
http://hikmahteladan.blogspot.com/2012/01/surat-al-ashr-dan-artinya.html

sumber gambar:
http://www.lolwall.co/lol/258514
 
Nafilata Primadia
Load comments