-->
Nafilata Primadia

Umar bin Khattab, Memberikan Contoh Bagaimana Melayani Rakyatnya

Saya yakin teman-teman muslim sekalian pasti pernah mendengar kisah tentang Umar Bin Khattab sebagai seorang Khalifah pada saat itu--yang turun langsung melihat kondisi rakyatnya. 

Suatu malam, Umar bersama sahabatnya yang bernama Aslam pergi ke salah satu dusun. Ditengah perjalanan, Umar mendengar suara tangisan anak kecil. Kemudian Umar mendekati sumber suara tersebut. Suara yang ternyata berasal dari salah satu rumah penduduk.

Setelah mendekati, Umar melihat ada seorang wanita yang sedang mengaduk sesuatu di dalam periuk yang ada di atas perapian. Sementara, anak kecil yang ada didekatnya sedang menangis.

Umar mengucapkan salam kepada wanita itu. Dan wanita itu membalas salam dari Umar seraya menengok ke arah Umar.


Kemudian Umar bertanya, "Siapakah yang menangis di dalam?"
"Mereka adalah anakku." jawab wanita itu.

"Mengapa mereka menangis?" tanya Umar.

"Mereka kelaparan." jawab si Wanita.

Mendengar jawaban wanita itu, Umar dan Aslam, terdiam beberapa saat. Kemudian, keduanya merasa heran, melihat si wanita yang tak juga selesai memasak. Kemudian Umar bertanya lagi, "Apa yang kaumasak? Mengapa belum matang juga sedari tadi?"

Wanita yang belum mengenal Umar ini pun mempersilahkan kepada Umar untuk melihat sendiri apa yang ia masak sejak tadi.

Umar dan Aslam pun melihat isi panci tersebut. Betapa terkejutnya mereka berdua, saat mendapati isi panci yang sedari tadi di aduk-aduk oleh wanita itu hanyalah air dan beberapa batu.

"Apakah kaumemasak batu?" tanya Umar. Wanita itu hanya menganggukkan kepalanya.

"Untuk apa kaumemasak batu?" tanya Umar lagi.

"Aku memasak batu-batu ini untuk menghibur anak-anakku yang sedang kelaparan. Semua ini adalah dosa Khalifah Umar bin Khattab. Sejak pagi aku dan anakku belum makan. Makanya aku memasak batu-batu ini agar dapat menenangkan anak-anakku hingga tertidur." kata wanita. "Sungguh tak pantas Umar menjadi pemimpin. Dia telah menelantarkan kami." sambungnya.

Mendengar perkataan sang Wanita itu, Aslam mencoba untuk menegur wanita itu dan memberitahukan bahwa yang ada di hadapannya tak lain adalah sang Khalifah Umar bin Khattab. Namun, Umar menahannya.

Umar menangis setelah mendengar kata-kata wanita itu, dan ia mengajak Aslam untuk segera pulang. 

Umar dengan segera mengambil sekarung gandum dan daging untuk diserahkan kepada wanita yang ditemuinya tadi. Umar meminta kepada Aslam agar menaikkan sekarung gandum tersebut kepundak Umar. 

Namun, melihat Umar yang telah letih, Aslam berkata "Biarlah aku saja yang membawanya (Sekarung gandum) untukmu," 

"Aslam, jangan kaujerumuskan aku ke dalam api neraka. Kaubisa menggantikanku mengangkat gandum ini, tapi apakah kau bisa memikul dosaku kelak di hari kiamat?"

Dengan di dampingi Aslam, Umar pun memikul sekarung gandum itu dipundaknya dan memberikannya kepada wanita itu.

Setelah meletakkan gandum dan daging yang ia bawa, Umar mengeluarkan gandum dari dalam karung dan memasukkannya ke dalam periuk--dan memasaknya. Setelah itu, ia memasakkan dagingnya juga.

Umar berusaha meniup api di bawah periuk hingga asap menyebar di antara jenggotnya untuk beberapa saat. 

Beberapa saat kemudian, Umar menurunkan periuk dan meminta piring kepada wanita itu. Setelah piring diletakkan, Umar menuangkan isi periuk ke piring-piring dan menghidangkannya kepada wanita itu juga anak-anaknya. Kemudian Umar berkata, "Makanlah."

Wanita itu pun mendoakan orang yang telah membawa sekarung gandum dan daging, serta memasakkannya untuknya dan anak-anaknya. Wanita itu berdoa, agar ia mendapatkan balasan pahala. Sementara wanita itu masih belum tahu, bahwa orang yang telah melakukan itu semua adalah Umar.

Umar masih berada di tempat wanita itu, hingga anak-anaknya tertidur pulas. Setelah itu, Umar memberikan nafkah kepada wanita itu, dan kembali pulang.

Umar berkata kepada Aslam bahwa, sesungguhnya, rasa laparlah yang membuat mereka begadang dan tidak bisa tidur.

o0o

Kisah ini dapat dijadikan inspirasi bagi semua orang yang hendak ataupun telah menjadi pemimpin. Bekerjalah melayani masyarakat. Sahabat Rasul pun telah mencontohkannya, bagaimana seorang pemimpin benar-benar melayani rakyatnya, dan memastikan bahwa rakyatnya tak lagi mengalami kesusahan yang sama.

Untuk di Indonesia saat ini, tidak musti Presidennya yang datengin  ke rumah rakyatnya satu persatu. Ada para pemimpin daerah dan para "wakil rakyat" yang juga harus mau turun langsung melayani kebutuhan rakyatnya. Jangan, hanya mendatangi saat masa Pemilu saja. Datang di saat perlu--hilang saat berkecukupan.


Masih amat banyak hal-hal yang dapat kita contoh dari para Nabi, dan para sahabatnya yang dapat kita ambil nilai-nilai kebaikannya. Karena,pada dasarnya masalah yang dihadapi setiap bangsa dari masa kemasa itu selalu sama.

Janganlah menjadi pemimpin yang enggan mendengar penderitaan rakyatnya. Membutakan penglihatannya dari penderitaan rakyatnya. Gunakanlah kedua mata dan telinga. Kurangilah banyak bicara janji-janji manis. Janji adalah hutang. kalau sampai tak ditepati, bisa-bisa membawa hutang sampai mati.

Kegiatan blusukan itu baik. Lebih baik lagi jika tak melulu harus tersorot media saat blusukan. Jangan takut gak dianggap sama rakyatnya kalau memang sudah melayani rakyat dengan baik. Nanti Yang Maha Baik yang akan memberi tahu ke semua orang tentang kebaikan itu.

referensi:
http://www.merdeka.com/ramadan/kisah-umar-bin-khattab-menangis-karena-rakyatnya-kelaparan.html
kisahislami.com/satu-lagi-kisah-penuh-hikmah-umar-bin-khattab-r-a/
Nafilata Primadia
Load comments