-->
Nafilata Primadia

[Cerbung] Ayat-ayat Cinta 2 Bagian 82

[Cerbung] Ayat-ayat Cinta 2 Bagian 82
Cerbung Ayat-ayat Cinta 2 Bagian 82
Cerbung Ayat-ayat Cinta 2 Bagian 82



Aduhai di manakah pakar-pakar fiqih, ulama pemimpin umat yang bisa lapang dada seperti Abdullah bin Mas ud sekarang ini?

Kedua mata Fahri berkaca-kaca. Betapa besar jiwa Abdullah bin Mas ud ra, Ia tahu persis dalilnya. Ia tahu persis Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar shalat dua rakaat di Mina. Namun ketika Utsman yang jadi imam, saat itu shalat dengan menyempurnakan empat rakaat ia tetap ikut sang imam. Perselisihan dan perpecahan tidak boleh terjadi. Persatuan harus dijaga.

Bisa saja Ibnu Mas ud adu dalil dengan Ustman. Dan kemungkinan besar dia menang secara dalil. Tetapi saat itu imamnya adalah Ustman bin Affan ra. Salah satu dari khulafaur rasyidin yang harus dihormati, yang kebersihan jiwanya dalam memperjuangkan islam tidak diragukan. Dan jika Ibnu Mas ud mengedepankan egonya karena menang dalil, ia berarti keluar dari barisan imam. Dan itu akan memprovokasi yang lain juga keluar dari barisan imam. Umat akan terbelah menjadi dua kubu. Dan perpecahan otomatis tercipta. Dan Abdullah bin Mas ud ra, tidak mau itu terjadi. Ia lebih memilih tidak memakai dalil yang sangat kuat dalam keyakinannya demi persatuan umat.

Persatuan umat adalah maslahat besar yang harus dijaga seluruh individu umat. Itulah pemahaman generasi terbaik umat ini. Mereka telah menorekan keteladanan dengan tinta emas bagaimana menyikapi perbedaan yang akan menyebabkan retaknya persatuan. Mereka sangat memahami fiqhul maqashid, bukan sekadar faham dalil ini kuat dan itu tidak kuat.

Lirih Fahri berdoa,"Allahumma wahhid shufufa ummati habibika Muhammadin shallallahu 'alaihi wa sallam. Allahumma allif baina qulubihin wahdihim subulassam...Aamiin."

Pagi itu, meski udara masih terasa dingin, matahari bersinar lebih cerah dari hari-hari sebelumnya. Suasanya kampus tampak sedikit lebih hangat. Rerumputan dan pepohonan seperti bernyayi bergoyang-goyang diterpa semilir angin pagi. Mereka seperti bergembira musim semi telah menjelang. Tunas-tunas baru mulai tumbuh.

Fahri bangkit dari duduknya, tiba-tiba ia ingin membaca salah satu kitab penyucian jiwa yang ada di ruangan itu. Ia mengambil kitab Sirrul Asrar yang ditulis Syaikh Abdul Qadir Al Jilani. Meskipun ia telah mengkhatamkan beberapa kali kitab itu, tetapi ia seperti tidak pernah bosan mendengar nasehat sangat berharga dari Syaikh Abdul Qadir Al Jilani dalam salah satu karyanya itu. Ia lebih menikmati membaca nasehat Syaikh Abdul Qadir Al Jilani ketimbang sekadar membaca manaqibnya.

Fahri mulai membaca kitab Sirrul Asrar itu. Kata demi kata ia baca dengan seksama. Syaikh Abdul Qadir Al Jilani seperti masih hidup dan memberikan wejangan kepadanya.


***
Bersambung....
Nafilata Primadia
Load comments